Pojok Biografi "Abu Hasan al-Asy'ari"

Al-Hafizh Ibnu Asakir ber­kata di dalam kitabnya Tabyin Kadzibil Muftari fima Nusiba ila Abil Hasan al-Asy’ari, ”Abu Bakr Ismail bin Abu Muhammad al­-Qairawani berkata, ‘Sesungguh­nya Abul Hasan al-Asy’ari awalnya mengikuti pemikiran Mu’tazilah selama 40 tahun dan jadilah beliau seorang imam mereka
Suatu saat beliau menyepi dari manusia selama 15 hari, sesudah itu beliau kembali ke Bashrah dan shalat di masjid Jami’ Bashrah. Beliau ber­bicara pada pokok-pokok agama dan membantah orang-orang menye­leweng dari ahli bid’ah dan ahwa’ dengan menggunakan al-Qur’an dan Hadits dengan pemahaman para sahabat. Beliau adalah pedang yang terhu­nus atas Mu’taziah, Rafidhah, dan para ahli bid’ah. Abu Bakr bin Faurak berkata, ”Abul Hasan al-Asy’ari keluar dari pemikiran Mu’tazilah dan mengikuti madzhab yang sesuai dengan para sahabat pada tahun 300 H.”

💧Riwayat  Hidup Abu Hasan Al-Asy’ari,
Beliau adalah al-Imam Abul Hasan Ali bin Ismail bin Abu Bisyr Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abu Burdah bin Abu Musa Al-Asy’ari Abdullah bin Qais bin Hadhar. Abu Musa Al-Asy’ari adalah salah seorang sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang masyhur. 
Beliau -Abul Hasan Al-Asy’ari- Rahimahullah dilahirkan pada ta­hun *260 H ( minassalaf) di Bashrah, Irak. 
Beliau Rahimahullah dikenal dengan kecerdasannya yang luar biasa dan ketajaman pemahamannya. Demi­kian juga, beliau dikenal dengan qana’ah dan kezuhudannya.
Wafatnya
Al-Imam Abul Hasan al­-Asy’ari wafat di Baghdad pada tahun 324 H. Semoga Allah meridhoi­nya dan menempatkannya dalam keluasan jannahNya.
‘Para ulama menyebutkan bahwa Syaikh Abul Hasan al-Asy’ari memiliki tiga fase pemikiran:
Pertama mengikuti pemikiran Mu’tazilah yang kemu­dian beliau keluar darinya,
Kedua menetapkan tujuh sifat aqliyyah, yaitu; Hayat, Ilmu, Qudrah, Iradah, Sama’, Bashar, dan Kalam, dan beliau menakwil sifat-sifat khabariyyah seperti wajah, dua tangan, telapak kaki, betis, dan yang semisalnya.
Ketiga adalah menetapkan semua sifat Allah tan­pa takyif dan tasybih sesuai man­haj para sahabat yang merupakan metode beliau dalam kitabnya al-Ibanah yang beliau tulis belakangan.’”[1]
Murid-muridnya
Di antara murid-muridnya adalah Abul Hasan al-Bahili, Abul Hasan al-Karmani, Abu Zaid al­-Marwazi, Abu Abdillah bin Mu­jahid al-Bashri, Bindar bin Husain asy-Syairazi, Abu Muhammad al­-Iraqi, Zahir bin Ahmad as-Sara­khsyi, Abu Sahl Ash-Shu’luki, Abu Nashr al-Kawwaz Asy-Syairazi, dan yang lainnya.

💧Karya-Karya Abu Hasan Al-Asy’ari
Ia meninggalkan karangan-karangan, kurang lebih berjumlah 90 buah dalam berbagai lapangan.  Kitabnya yang terkenal ada tiga :
  1. Maqalat al-Islamiyyin
  2. Al-Ibanah 'an Ushulid Diniyah
  3. Al-Luma[2]

Di antara tulisan-tulisan be­liau adalah: al-Ibanah an Ushuli Diyanah, Maqalatul Islamiyyin, Risalah Ila Ahli Tsaghr, al-Luma’ fi Raddi ala Ahlil Bida’, al-Mujaz, al-Umad fi Ru’yah, Fushul fi Raddi alal Mulhidin, Khalqul A’mal, Kita­bush Shifat, Kitabur Ruyah bil Ab­shar, al-Khash wal ‘Am, Raddu Alal Mujassimah, Idhahul Burhan, asy­-Syarh wa Tafshil, an-Naqdhu alal Jubai, an-naqdhu alal Balkhi, Jum­latu Maqalatil Mulhidin, Raddu ala lbni Ruwandi, al-Qami’ fi Raddi alal Khalidi, Adabul Jadal, Jawabul Khurasaniyyah, Jawabus Sirafiyyin, Jawabul Jurjaniyyin, Masail Mantsurah Baghdadiyyah, al- Funun fi Raddi alal Mulhidin, Nawadir fi Daqaiqil Kalam, Kasyful Asrar wa Hatkul Atsar, Tafsirul Qur’an al­-Mukhtazin, dan yang lainnya. Al-Imam Ibnu Hazm Rohimahullah berkata, “al-Imam Abul Hasan al-­Asy’ari memiliki 55 tulisan.

💧MADZAB FIQIH
Imam Abu Hasan Al-Asy’ari bermadzhab fiqih kepada Madzhab Imam Syafi’i. Demikian tertulis dalam kitab Al-Habaik Fi Akhbar Al-Malaik karangan Imam Jalaluddin As-Suyuthi. Dan Ustadz Abu Ishaq dan Abubakar al-Furak dalam kitab “Thabaqat Mutakallimin”.

💧Pokok-Pokok Pemikiran Al-Asy‘Ari
Pokok pemikiran abu hasan al-asy’ari yaitu:
  • Membenarkan teori Mu‘tazilah tentang berbagai istilah dalam al-Quran seperti Yadul-lâh dan Wajhul lâh yang menurutnya tidak harus digambarkan bahwa Allah memiliki tangan dan wajah. Menentang Mu‘tazilah yang berpendapat bahwa al-Quran adalah makhluk. 
  • Al-Asy‘ari sendiri dengan lantang menegaskan kalau kalamullah itu qadîm. Dengan menyodorkan dalil naqlî dan ‘aqlî dalam kitabnya, al-Luma‘ fî al-Radd ‘alâ Ahl al-Ziyâgh wa al-bida‘ dan al-Ibânah ‘an Ushûl al-Diyânah.
  • Menentang Mu‘tazilah yang berpandangan bahwa manusia bebas melakukan perbuatan yang diinginkannya (Jabariah/Fatalisme). Sedangkan menurutnya, semua perbuatan baik dan buruk bergantung kepada kehendak Allah yang menciptakan semua perbuatan hamba-Nya.
  • Menentang Mu‘tazilah yang berpendapat bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar tidak lagi mukmin dan juga bukan orang kafir. Menurut al-Asy‘ari, ia berada di tengah-tengah antara keduanya. Artinya, Ia tetap muslim tapi diancam dengan siksa neraka.
  • Dalam pandangan al-Asy‘ari, akal tidak memiliki kedudukan seperti yang diyakini Mu‘tazilah. Kelompok ini berpendapat bahwa kekuatan akal sanggup membedakan antara hal yang baik dan yang buruk. Sedangkan menurutnya, wahyu adalah satu-satunya perangkat untuk mengetahui Allah dan syariat-Nya. Akal hanya berguna untuk mengetahui saja, tidak lebih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kajian Alfiyah "Bab Waqaf"

Kajian Alfiyah Ibn Malik "Imalah"

Kajian Alfiyah "Cara Membentuk Isim Maqshur/Mamdud menjadi Tasniyah-Jamak"