Kajian Ushul Fiqh Syeikh Namlah "Ketetapan Hukum yang Dihasilkan dari Kepahaman Satu Nash Tertentu"
إلى حضرة النبي المصطفى محمّد صلى الله عليه وسلم وعلى اله وأصحابه أجمعين.
وإلى جميع مشايخنا وأساتذتنا وآبائنا والمسلمين والمسلمات الأحياء منهم والأموات خصوصا الى روح :
Syeikh Namlah, Simbah Agus, Orang tua, keluarga dan Anak turunku, Warih firdausi , semua yang aktif berbagi ilmu, Semoga selalu dalam Rahmat Alloh di dunia dan akhirat, ilaa yaumil qiyamah wa husnul khotimah,
الفاتحة:
ﺑﺴﻢ اﻟﻠﻪ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ (1)
اﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ اﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ (2) اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ (3) ﻣﺎﻟﻚ ﻳﻮﻡ اﻟﺪﻳﻦ (4) ﺇﻳﺎﻙ ﻧﻌﺒﺪ ﻭﺇﻳﺎﻙ ﻧﺴﺘﻌﻴﻦ (5)
اﻫﺪﻧﺎ اﻟﺼﺮاﻁ اﻟﻤﺴﺘﻘﻴﻢ (6) ﺻﺮاﻁ اﻟﺬﻳﻦ ﺃﻧﻌﻤﺖ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻏﻴﺮ اﻟﻤﻐﻀﻮﺏ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻭﻻ اﻟﻀﺎﻟﻴﻦ (7)
Aamiin.
Materi kali ini masih membahas terminologi hukum syariat menurut pengertian yang kedua. Yaitu: ketetapan hukum yang dihasilkan dari kepahaman satu nash tertentu. Artinya bukan nash itu sendiri, sebagaimana menurut golongan yang pertama kemaren oleh madzhab ushul.
Untuk term yang kedua ini diusung oleh mazhab fiqh.
Jadi lebih jelasnya, hukum menurut ahli fiqih disini adalah : konklusi sebagai ketetapan hukum dari apa yang dipahami dari sebuah dalil, yang berhubungan dengan perilaku mukallaf, baik dari nash yang berdilalah tuntutan, pilihan, maupun perdatanya.
Nah, dalam hal ini, ahli fiqh bukan semata fokus pada pernik dilalah dalil, tapi juga sisi konteks antara yang tersurat dan tersirat karena pengaruh posisi mukallaf sebagai subjek dan objek hukum.
Untuk contoh contoh yang digunakan sebenarnya sama juga. Hanya cara memandang dalil dan fokusnya saja yang agak beda.
Sisi perbedaan :
Jika ahli ushul, maka fokus pada dilalah lafadz, terlepas dari konteksnya dulu biarpun anggap saja satu masalah itu sepele, ringan, tidak menyangkut maslahah yang besar umpamanya, tapi jika memang dilalah lafadz itu kuat indikasi laranganya, maka itulah yang diambil, dilalah apa yang didapat dari satu nash.
Adapun ahli fiqh, menybungkan dulu dalam ranah perilaku mukallaf yang mana dan dalam hal apa. Jadi kebih kontekstual.
Contoh simpelnya, ada satu nash yang isinya sebuah larangan atau kecaman. Disitu berkaitan dengan satu fiil mukallaf yang dipandang hal remeh. Terus hal remeh tadi meski dengan dilalah larangan yang kuat, akhirnya didapat kesimpulan hukum yang hanya makruh umupamanya. Nah, kesimpulan akhir berupa makruh inilah yang namanya hukum menurut ahli fiqh.
Sedangkan jika kasusnya seperti diatas, ahli ushul menentukan hukum itu fokus pada dilalah lafadznya. Kalau memang dilalah sudah jelas, tegas, kuat arah pemahamannya kemana, ya itulah hukum menurut ahli ushul.
اﻟﻤﺬﻫﺐ اﻟﺜﺎﻧﻲ: ﺃﻥ اﻟﺤﻜﻢ اﻟﺸﺮﻋﻲ ﻫﻮ: ﻣﺎ ﺛﺒﺖ ﺑﺎﻟﺨﻄﺎﺏ
اﻟﺸﺮﻋﻲ، ﺃﻱ: ﺃﺛﺮﻩ اﻟﻤﺘﺮﺗﺐ ﻋﻠﻴﻪ، ﻻ ﻧﻔﺲ اﻟﻨﺺ اﻟﺸﺮﻋﻲ، ﻭﻫﻮ
ﻣﺬﻫﺐ اﻟﻔﻘﻬﺎء.
Halaman: 131.
ﻓﺎﻟﺤﻜﻢ ﻋﻨﺪ ﻫﺆﻻء ﻫﻮ: ﺃﺛﺮ ﺧﻄﺎﺏ اﻟﻠﻪ اﻟﻤﺘﻌﻠﻖ ﺑﻔﻌﻞ اﻟﻤﻜﻠﻒ
اﻗﺘﻀﺎء، ﺃﻭ ﺗﺨﻴﻴﺮا، ﺃﻭ ﻭﺿﻌﺎ.
ﻓﺎﻟﻔﻘﻬﺎء ﻧﻈﺮﻭا ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ ﺗﻌﻠﻘﻪ ﺑﻔﻌﻞ اﻟﻤﻜﻠﻒ.
ﻓﻤﺜﻼ: ﻭﺟﻮﺏ اﻟﺼﻼﺓ ﺃﺛﺮ ﻟﺨﻄﺎﺏ اﻟﺸﺎﺭﻉ، ﻭﻫﻮ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ:
(ﺃﻗﻴﻤﻮا اﻟﺼﻼﺓ) ، ﻭﺣﺮﻣﺔ اﻟﺰﻧﺎ ﺃﺛﺮ ﺗﺮﺗﺐ ﻋﻠﻰ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ:
(ﻭﻻ ﺗﻘﺮﺑﻮا اﻟﺰﻧﺎ) .
ﻓﺎﻟﻮﺟﻮﺏ ﻭاﻟﺤﺮﻣﺔ ﻭﻧﺤﻮﻫﻤﺎ ﻫﻮ: اﻟﺤﻜﻢ ﻋﻨﺪ اﻟﻔﻘﻬﺎء، ﻭﻫﻮ: ﻣﺎ
ﺛﺒﺖ ﺑﺎﻟﺨﻄﺎﺏ ﻭاﻗﺘﻀﺎء اﻟﻨﺺ.
ﺑﻴﺎﻥ ﻧﻮﻉ اﻟﺨﻼﻑ:
اﻟﺨﻼﻑ ﺑﻴﻦ اﻷﺻﻮﻟﻴﻴﻦ ﻭاﻟﻔﻘﻬﺎء ﺧﻼﻑ ﻟﻔﻈﻲ، ﺣﻴﺚ ﺇﻧﻪ ﺭاﺟﻊ
ﺇﻟﻰ ﺗﻔﺴﻴﺮ ﻭﺑﻴﺎﻥ اﻟﻤﺮاﺩ ﻣﻦ اﻟﺤﻜﻢ اﻟﺸﺮﻋﻲ ﻭاﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟﻴﻪ.
ﻓﻤﻦ ﻧﻈﺮ ﺇﻟﻰ اﻟﺤﻜﻢ اﻟﺸﺮﻋﻲ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻟﻪ ﻣﺼﺪﺭ ﻳﺼﺪﺭ ﻋﻨﻪ، ﻭﻫﻮ
اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: ﻋﺮﻓﻪ ﺑﺄﻧﻪ ﺧﻄﺎﺏ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ اﻟﻤﺘﻌﻠﻖ ﺑﺄﻓﻌﺎﻝ اﻟﻤﻜﻠﻔﻴﻦ
ﺑﺎﻻﻗﺘﻀﺎء، ﺃﻭ اﻟﺘﺨﻴﻴﺮ، ﺃﻭ اﻟﻮﺿﻊ، ﻭﻫﻮ ﻣﺬﻫﺐ اﻷﺻﻮﻟﻴﻴﻦ.
ﻭﻣﻦ ﻧﻈﺮ ﺇﻟﻰ اﻟﺤﻜﻢ اﻟﺸﺮﻋﻲ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻟﻪ ﻣﺤﻼ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﻪ، ﻭﻫﻲ
اﻷﻓﻌﺎﻝ اﻟﺘﻲ ﺗﺼﺪﺭ ﻣﻦ اﻟﻤﻜﻠﻔﻴﻦ، ﻭﻳﻜﻮﻥ اﻟﺤﻜﻢ ﻭﺻﻔﺎ ﺷﺮﻋﻴﺎ ﻋﺮﻓﻪ
ﺑﺄﻧﻪ: ﻣﺎ ﺛﺒﺖ ﺑﺎﻟﺨﻄﺎﺏ اﻟﺸﺮﻋﻲ، ﺃﻭ اﻟﺼﻔﺔ اﻟﺘﻲ ﻫﻲ ﺃﺛﺮ ﺫﻟﻚ
اﻟﺨﻄﺎﺏ ﻣﻦ اﻟﺸﺎﺭﻉ، ﻭﻫﻮ ﻣﺬﻫﺐ اﻟﻔﻘﻬﺎء.
ﻓﺎﻟﺨﻄﺎﺏ ﻭﻣﺎ ﺗﺮﺗﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﺘﻼﺯﻣﺎﻥ.
Komentar
Posting Komentar