Kajian Ushul Fiqh "Pembagian Hukum Syariat"
إلى حضرة النبي المصطفى محمّد صلى الله عليه وسلم وعلى اله وأصحابه أجمعين.
وإلى جميع مشايخنا وأساتذتنا وآبائنا والمسلمين والمسلمات الأحياء منهم والأموات خصوصا الى روح :
Syeikh Namlah, Simbah Agus, Orang tua, keluarga dan Anak turunku, Warih firdausi , semua yang aktif berbagi ilmu, Semoga selalu dalam Rahmat Alloh di dunia dan akhirat, ilaa yaumil qiyamah wa husnul khotimah,
الفاتحة:
ﺑﺴﻢ اﻟﻠﻪ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ (1)
اﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ اﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ (2) اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ (3) ﻣﺎﻟﻚ ﻳﻮﻡ اﻟﺪﻳﻦ (4) ﺇﻳﺎﻙ ﻧﻌﺒﺪ ﻭﺇﻳﺎﻙ ﻧﺴﺘﻌﻴﻦ (5)
اﻫﺪﻧﺎ اﻟﺼﺮاﻁ اﻟﻤﺴﺘﻘﻴﻢ (6) ﺻﺮاﻁ اﻟﺬﻳﻦ ﺃﻧﻌﻤﺖ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻏﻴﺮ اﻟﻤﻐﻀﻮﺏ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻭﻻ اﻟﻀﺎﻟﻴﻦ (7)
Aamiin.
Dari keterangan yang telah lampau, maka bisa diambil satu benang merah, bahwa khitob Allah yang berhubungan dengan fiil mukallaf itu disaratkan adanya redaksi dan diksi yang didalamnya mengandung tuntutan, baik berupa larangan, atau perintah atau pilihan.
Adapun jika redaksi dalam khitob ayat tadi tidak mengandung ketiganya, maka otomatis tidak pula mengandung hukum bagi mukallaf.
Contoh ayat: " Allah menciptakan dirimu juga apa yang kamu perbuat"- " juga ayat cerita sejarah semisal akan menangnya tentara romawi nashroni atas persia ".
Contoh kedua ayat diatas tidak mengandung salah satu dari tiga tuntutan sebagaimana tersebut diatas. Tapi hanya sebatas pemberitaan saja pada kita.
Nah, hal penting yang juga harus digarisbawahi, hukum syariat itu terbagi atas 2 macam, yaitu:
- Hukum wadzi.
- Hukum taklifi.
Hukum wadzi yaitu: struktur untuk identifikasi hukum, dilihat dari Sebab, Sarat, Sah, Fasad, Manik (3S + FM).
Pada dasarnya, rumusan hukum wadzi diatas adalah toriqoh untuk memudahkan identifikasi hukum taklifi, hanya saja bersumber pada khitib khitob non tolab.
Sebagai kesimpulan akhir, pada ranah hukum yang mana, yang sedang dibahas, tinggal di pasang rumusan diatas.
Halaman : 129.
ﻓﺒﺎﻥ ﺃﻧﻪ ﻳﺸﺘﺮﻁ ﻓﻲ ﺧﻄﺎﺏ اﻟﻠﻪ اﻟﻤﺘﻌﻠﻖ ﺑﺎﻟﻤﻜﻠﻒ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺘﻀﻤﻨﺎ
ﻟﻄﻠﺐ ﻓﻌﻞ ﺃﻭ ﺗﺮﻙ، ﺃﻭ ﻓﻴﻪ ﺗﺨﻴﻴﺮ.
ﺃﻣﺎ ﺇﺫا ﻟﻢ ﻳﻮﺟﺪ ﻓﻴﻪ ﺫﻟﻚ ﻓﻠﻴﺲ ﺑﺤﻜﻢ ﺷﺮﻋﻲ ﻣﺜﻞ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ:
(ﻭاﻟﻠﻪ ﺧﻠﻘﻜﻢ ﻭﻣﺎ ﺗﻌﻤﻠﻮﻥ) ، ﻭﻗﻮﻟﻪ: (ﻭﻫﻢ ﻣﻦ ﺑﻌﺪ ﻏﻠﺒﻬﻢ
ﺳﻴﻐﻠﺒﻮﻥ) ، ﻭﺫﻟﻚ ﻷﻧﻪ ﻟﻢ ﻳﻔﻬﻢ ﻣﻨﻪ ﻃﻠﺐ ﻓﻌﻞ، ﻭﻻ ﻃﻠﺐ ﺗﺮﻙ
ﻣﻦ اﻟﻤﻜﻠﻒ، ﻭﻟﻢ ﻳﻔﻬﻢ ﻣﻨﻪ - ﺃﻳﻀﺎ - ﺗﺨﻴﻴﺮ ﺑﻴﻦ ﻓﻌﻞ ﻭﺗﺮﻙ، ﻓﻬﻮ
ﺇﻋﻼﻡ ﻭﺇﺧﺒﺎﺭ - ﻓﻘﻂ -.
ﻗﻮﻟﻨﺎ -: " ﺃﻭ اﻟﻮﺿﻊ " اﻟﻮﺿﻊ ﻫﻮ: اﻟﺠﻌﻞ.
ﻭﻗﺪ ﻭﺭﺩﺕ ﻟﻔﻈﺔ: " ﺃﻭ " ﻟﻠﺘﻨﻮﻳﻊ ﻭاﻟﺘﻘﺴﻴﻢ، ﻭاﻟﻤﺮاﺩ: ﺃﻥ اﻟﺤﻜﻢ
اﻟﺸﺮﻋﻲ ﻳﻨﻘﺴﻢ ﺇﻟﻰ ﻗﺴﻤﻴﻦ: " ﺣﻜﻢ ﺗﻜﻠﻴﻔﻲ "، ﻭ " ﺣﻜﻢ ﻭﺿﻌﻲ ".
ﺃﻱ: ﺃﻧﻪ ﺃﺗﻰ ﺑﻬﺬﻩ اﻟﻜﻠﻤﺔ - ﻭﻫﻲ: " ﺃﻭ اﻟﻮﺿﻊ " -، ﻹﺩﺧﺎﻝ
ﺃﻗﺴﺎﻡ ﺧﻄﺎﺏ اﻟﻮﺿﻊ ﻣﻦ اﻟﺴﺒﺒﻴﺔ، ﻭاﻟﺸﺮﻃﻴﺔ، ﻭاﻟﻤﺎﻧﻌﻴﺔ، ﻭاﻟﺼﺤﺔ
ﻭاﻟﻔﺴﺎﺩ، ﻭﺫﻟﻚ ﻷﻧﻬﺎ ﺃﺣﻜﺎﻡ ﺷﺮﻋﻴﺔ ﻟﻢ ﺗﺜﺒﺖ ﺇﻻ ﻋﻦ ﻃﺮﻳﻖ اﻟﺸﺮﻉ،
ﻭﻟﻴﺲ ﻓﻴﻬﺎ ﻃﻠﺐ ﻭﻻ ﺗﺨﻴﻴﺮ.
ﻭﻋﻠﻰ ﻫﺬا: ﺧﻄﺎﺏ اﻟﺸﺮﻉ ﺇﻣﺎ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺘﻌﻠﻘﺎ ﺑﺎﻻﻗﺘﻀﺎء ﺃﻭ
اﻟﺘﺨﻴﻴﺮ، ﺃﻭ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ.
ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﺘﻌﻠﻘﺎ ﺑﺄﺣﺪﻫﻤﺎ: ﻓﻬﻮ اﻟﺤﻜﻢ اﻟﺘﻜﻠﻴﻔﻲ.
ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﻮاﺣﺪ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﻓﻬﻮ اﻟﺤﻜﻢ اﻟﻮﺿﻌﻲ.
Komentar
Posting Komentar